Disini saya akan lebih membahas tentang pergaulan yang baik / sehat. Untuk anak remaja biasanya dia lebih suka berkumpul atau bergaul dengan teman-temannya di suatu tempat. Tempat adalah faktor penting untuk menandakan pergaulan itu bagus atau buruk. Misalkan saja kita bergaul ditempat yang biasanya tempat-tempat orang mabuk-mabuk, berjudi, obat-obatan terlarang narkoba. secara tidak langsung kita pastinya akan terbawa pada situasi dan pergaulan tersebut, sehingga hal tersebut akan merugikan diri kita sendiri.
Pergaulan ditempat yang bagus atau sehat adalah dimana pergaulan kita selalu ada orang yang mengawasi. Misalnya dirumah teman yang dirumah itu ada salah satu orang seperti ibu, bapak, kakak, kakek dan nenek yang bisa mengawasi kita. Karena dengan pengawasan dari salah satu orang tersebut akan membuat kita selalu bertingkah dan berperilaku yang positif dan itu lambat laun akan menjadi kebiasaan kita.
Selain dari tempat pergaulan, orang atau teman-teman pun sangatlah penting dari pergaulan. Pilihlah teman yang pastinya baik, sopan, suka menolong, tidak sombong, pintar dan berperilaku yang bagus. sehingga kita akan merasa nyaman berteman dengannya dan akan membuat kita akan berperilaku yang baik pula dan sama sekali tidak merugikan bagi kita.
Hindarilah teman-teman yang suka memanfaatkan kita, yang sering berbuat buruk, tidak sopan, sombong dan pemalas. Apabila kita berteman dengan teman yang seperti itu lama kelamaan kita pun juga akan bertingkah dan berperilaku seperti itu.
Ada suatu kalimat yang saya ingat, bergaul dengan orang berdagang minyak wangi pastinya kita akan juga terasa wangi, sebaliknya apabila bergaul dengan orang yang tidak bisa mengurus dirinya sendiri maka kita juga akan merasa merepotkan diri sendiri.
Jangan sampai kita merusak diri sendiri dengan pergaulan kita yang tidak sehat, sangatlah penting kita memilih teman dan tempat bergaul karena hal itu akan menjadikan bagaimana kita selanjutnya.
Masa remaja identik dengan cinta. Sayangnya, cinta identik dengan pacaran. Karenanya, masa remaja tanpa berpacaran, seperti sambal tak bergaram. Hambar. Tak ada sensasi. Benarkah begitu?
Di
sisi lain, kita mendapati realitas memprihatinkan tentang gaya pacaran
remaja yang makin permisif. Pacaran tidak lain hanyalah “ajang baku
syahwat” tempat melampiaskan buncahan nafsu seksual yang mulai
menggelora. Maka, kita pun mengenal istilah KNPI dalam gaya pacaran.
KNPI = Kissing, Necking, Petting, dan Intercourse.
Akibat
dari itu, angka aborsi di kalangan remaja meroket pesat. Perkiraan
BKKBN, di Indonesia ada sekitar 2 juta kasus aborsi terjadi setiap
tahunnya. Dan menurut penelitian, 60% aborsi dilakukan remaja. Data
Bapenas 2009 menunjukkan, 30 persen dari 2 juta remaja melakukan aborsi.
Belum lagi kasus penyakit kelamin, kehamilan yang tidak diinginkan (unwanted pregnancy),
dan lain-lain. Berdasarkan data dari Depkes pada Maret 2009, sebanyak
9.231 remaja atau 54,3 persen dari 17.000 remaja di Indonesia mengidap
HIV/AIDS.
Fakta
memprihatinkan itulah, yang kemudian mendorong lahirnya gagasan tentang
wacana “pacaran sehat”. Di mana pacaran seharusnya tidak merupakan
wahana “kontak fisik”, melainkan laku “olah rasa dan batin” untuk
terwujudnya hubungan yang harmonis dan positif menuju jenjang
pernikahan.
Potret Permisifisme
Pacaran
memang merupakan tema ‘arus utama’ masa remaja. Itulah bahasan paling
menarik di masa remaja, di samping kata ‘cinta’. Bila ditelesik, itu
karena psikologi remaja yang memasuki masa puber. Sedang pubertas, kata
Elisabet B. Hurlock dalam bukunya Psikologi Perkembangan, adalah periode perkembangan ketika anak-anak berubah dari makhluk aseksual menjadi makhluk seksual.
Masih menurut Hurlock, mengutip pendapat Root, “Masa
puber adalah suatu tahap dalam perkembangan di mana terjadi kematangan
alat-alat seksual dan tercapai kematangan reproduksi. Tahap ini disertai
dengan perubahan-perubahan dalam pertumbuhan somatis dan perspektif
psikologis”.
Karena
itulah, saya sependapat dengan psikiter Semarang Dr. Ismet Yusuf yang
bilang, pacaran merupakan perilaku seksual yang banyak dilakukan remaja.
Keadaannya sangat bervariasi dan bertingkat-tingkat. Diawali dengan
omong-omong santai, dan meningkat sampai surat-menyurat, kontak lewat
telpon atau kontak lewat udara (sekarang bisa lewat sms),
lalu saling mengunjungi. Meningkat lebih lanjut, pergi berduaan, saling
bergandengan tangan, dan bermesraan. Tingkatan lebih lanjut, saling
raba, saling cium, sampai berhubungan seksual. Jarang ada pacaran yang
tanpa dibumbui dorongan seksual.
“Hal
ini oleh karena perkembangan fisik dan psikologis remaja sudah sampai
taraf kematangan,” kata psikiater kondang Semarang itu.
Bukan sekadar isapan jempol, banyak survei yang menunjukkan gaya permisif pacaran di kalangan remaja. Mereka tidak saja sekadar nyerempet-nyerempet
seks, tapi juga sudah banyak yang melakukannya. Inilah potret
permisifisme pacaran di kalangan remaja yang sulit dibantah, apalagi
dipatahkan.
Pacaran Sehat?
Lalu
bagaimana dengan pacaran sehat? Pacaran sehat digagas untuk
mengeliminir dampak-dampak negatif pacaran. Pacaran sehat mengenal tiga
prinsip: sehat secara fisiologis, psikologis, dan sosiologis.
Pacaran sehat tidak boleh menyakiti pasangannya, baik secara fisik
maupun psikis. Juga dilakukan dengan mengindahkan nilai-nilai dan norma
yang berlaku di masyarakat (sehat secara sosiologis).
Di sana ada nilai keluarga dan agama, ada norma dan kebiasaan. Jargon
yang sering diusung oleh penganjur pacaran sehat adalah “Pacaran Yes,
Seks No!”
Masalahnya,
pada realitanya, dalam berpacaran, kedekatan fisik dan juga kontak
fisik sulit dihindari. Sementara hubungan seks dalam berpacaran (dalam term agama disebut zina), selalu diawali oleh kedekatan fisik dan kontak fisik, baik ringan sekalipun seperti ciuman.
Joe White dalam buku Jangan Terkecoh
menggambarkan proses terjadinya hubungan seks seperti termometer.
Pertama dalam kondisi normal, dorongan seksual berada dalam posisi 98,6
c, kemudian saat berpegangan tangan posisi nafsu berada pada 99 c.
Kemudian saat berpelukan berada pada posisi 100 c, saat ciuman 101 c,
saat ciuman berat 102 c, saat cumbuan ringan 103 c, saat cumbuan berat
104 c, dan saat terjadi hubungan seksual berada pada 105 c.
Dari
gambaran Joe White di atas menunjukkan, bahwa angka perubahan posisi
nafsu seksual akan selalu bergerak dinamis/meningkat. Karenanya, kontak
fisik laki-laki dan perempuan yang masing-masing sudah matang (memiliki
dorongan seks), rata-rata akan mudah menggelincirkan diri pada
perzinaan.
Kasus-kasus
kehamilan di luar nikah atau yang biasa disebut ”kecelakaan” memang
seringkali tanpa direncanakan terlebih dahulu. Umumnya karena seringnya
melakukan kontak fisik, baik berupa ciuman maupun cumbuan, membuat
mereka terlena dan tergerak untuk menuntaskannya ke dalam kontak fisik
yang lebih serius, yakni hubungan seksual.
Karena itulah, Al-Qur’an secara tegas menyatakan, “Dan janganlah kamu dekati zina. Sesungguhnya perzinaan itu perbuatan keji dan jalan hidup yang buruk.” (QS. Al-Isra’: 32).
Cermatilah,
bagaimana redaksi ayat yang digunakan oleh Allah dalam melarang
perzinaan. Larangan zina dalam ayat di atas sangat tegas, bahkan Allah
melarangnya dengan kalimat “janganlah kalian dekati zina”. Larangan ini
mengandung arti, zina merupakan perbuatan yang sangat keji dan akan
mendatangkan madharat. Karena itu harus dijauhi sejauh-jauhnya, tidak
saja zinanya, tapi juga semua perbuatan yang mengarah pada zina.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar